Mengapa saia mencari KPR Syariah? Mengapa tidak KPR yang umum-umum saja atau konvensional? Maka dengan mudah saia jawab, “Saia tidak ingin gila!â€. Kok gila? Ya iya, AlQuran menyatakan seperti itu.
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata, “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan ribaâ€, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Al Baqarah : 275)
Ada satu lagi selain gila. “Sumpeh deh…saia tidak mau diperangi Allah dan Rasul-Nyaâ€.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kami tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiayai. (Al Baqarah : 278-279)
Ngeri ga sih? Udah gila, trus masih diperangi Allah lagi.
Tapi saia tak mau hanya sekedar mencari bank syariah. Maaf, bukan saia tidak percaya dengan ulama yang menjadi dewan/penasehat syariah suatu bank. Tapi saia harus berhati-hati, bahwa saia mencari bank syariah yang substansinya benar-benar syariah. Kalaupun tidak ada yang benar-benar syariah, saia mencari yang bedanya paling banyak dengan bank konvensional.
Ada beberapa langkah yang saia lakukan dalam memilih bank syariah. Yaitu:
A. Fase Pemahaman Awal
Pada fase ini saia mencari bank syariah yang bukan sekedar nebeng.
Maksudnya saia langsung mengeliminir bank-bank syariah yang pendiriannya nebeng bank konvensional. Kok segitunya ga percaya? Kalo dibilang kejam sih silakan. Akal saia mengajak berpikir bahwa bank syariah yang nebeng bank konvensional itu memiliki setidaknya dua masalah yang membuat saia ragu.
Pertama, pendirian bank syariah itu mendapatkan dana dari bank konvensional. Dananya dari mana? Dari laba ditahan-nya bank konvensional. Laba ditahan tersebut dapat dari mana? Dari bunga riba-nya bank konvensional. STOP. Sampai disini saja.
Kedua, ketika bank syariah dan bank konvensional induknya sama-sama jalan, apakah benar-benar tidak ada transaksi intecompany? Saia belajar di advance accounting mengenai transaksi downstream dan upstream antara anak perusahaan dengan induknya. Dari transaksi itu lantas ada perhitungan profitnya. Waduh…campur aduk antara konvensional dengan syariah. Alasan ini cukup untuk membuat saia berpaling. Ga Syariah Sori Ah!
Lantas bagaimana caranya saia melihat bank syariah itu nebeng bank konvensional atau ga? Mudah saja jawabnya, saia melihat siapa pemegang saham bank syariah tersebut. Kalo ada pemegang kepeilikan bank syariah itu ada bank konvensionalnya, hem…bank syariah itu masuk dalam recycle bin saia.
B. Fase Pengumpulan Informasi dan Analisis Keuangan
Proses transaksi yang syar’i
Ini adalah proes paling ribet yang saia lakukan. Saia harus meyakinkan diri saia sendiri bahwa proses transaksi harus memenuhi syarat-syarat syar’i. Maka saia pun berniat untuk mengenal lebih dekat bank-bank syariah sekaligus produk-produknya. Alhamdulillah, Allah mempermudah jalan saia. Kebetulan bulan Januari kemarin ada Festival Ekonomi Syariah di JCC. Di situlah saia menggali informasi bank-bank syariah. Hampir semua bank syariah yang buka stand saia datangi dan saia ajak diskusi panjang lebar.
Saia sengaja berdiskusi dengan sedikit pemahaman saia mengenai prinsip syariah. Berdasarkan PSAK Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah, bank syariah harus berasaskan pada prinsip syariah, yaitu kemitraan, keadilan, transparansi dan universal. Dalam proses selanjutnya saia sudah cukup meyakini bahwa bank-bank syariah sudah memenuhi prinsip kemitraan dan universal. Hal ini saia simpulkan dari kemauan bank syariah untuk membuka produk KPR syariah yang notabene menjadi implementasi prinsip kemitraan dan universalitas karena pada dasarnya siapa saja boleh mendapatkan produk KPR syariah. Namun untuk prinsip keadilan dan transparansi, saia harus membuktikannya sesuai pengetahuan yang saia miliki. Dalam hal ini manajemen keuangan dan akuntansi.
Selain itu PSAK juga menyebutkan bahwa karakteristik syariah meliputi:
a)Â Â Â Â Â Melarang riba
b)Â Â Â Â Â Tidak mengenal time value of money
c)Â Â Â Â Â Â Uang sebagai alat tukar, bukan komoditas
d)Â Â Â Â Â Tidak boleh spekulatif
e)Â Â Â Â Â Tidak boleh dua harga untuk satu barang
f)Â Â Â Â Â Â Tidak boleh dua transaksi dalam satu akad
Pada dasarnya saia sepakat dengan karakteristik-karakteristik tersebut. Jadi, bank-bank syariah yang bermain di sektor derivative dan pasar uang jangan berharap saia sentuh analisisnya. Buang-bang waktu. Bahkan bank-bank syariah seperti ini sudah saia pastikan masuk daftar hitam saia.
Khusus untuk time value of money, saia memiliki pandangan yang lain. Sebelumnya saia beristighfar kepada Allah jika ijtihad saia ini salah. Menurut saia time value of money itu seperti dua mata pedang. Ia bisa menjadi alat atau metode perhitungan transaksi syariah yang begitu adil. Disisi lain bisa menjadi alat pembunuh yang menjadikan transaksi sarat dengan motif kapitalisme. Nah, saia sendiri berusaha sebaik mungkin untuk menggunakan time value of money sebagai bahan analisis yang membawa keadilan.
Dalam tataran praktik, time value of money digunakan untuk menentukan keuntungan yang disepakati oleh penjual (bank) dan pembeli (nasabah). Kesepakatan keuntungan ini diperbolehkan, terutama dalam transaksi murabahah dan ijarah (‘leasing’ syar’i). Untuk membandingkan time value of money yang adil (idealis) dan kapitalis nanti bisa kita lihat pada perhitungan.
Langkah saia berikutnya dalam menilai proses syar’i transaksi KPR syariah adalah sebagai berikut:
1. Nilai margin
Pada umumnya orang-orang melihat nilai margin (rate) yang terkecil yang paling diprioritaskan. Tidak salah juga. Semakin kecil margin, maka semakin kecil angsuran per bulannya. Maka akan lebih menguntungkan nasabah. Dan memang berbagai bank syariah banyak yang bersaing dalam nilai margin ini untuk menggaet nasabah.
Namun pandangan saia lain. Saia tidak sekedar melihat besar kecilnya margin. Tapi saia mencari nilai margin yang tetap dan disepakati di awal. Nilai margin yang lebih besar tapi tetap hingga akhir periode bagi saia tidak masalah daripada marginnya lebih kecil tapi bisa berubah pada periode KPR.
Lho kan semua bank syariah marginnya tetap? Ehem..ternyata survey saia menyatakan lain. Ada juga bank syariah yang menggunakan nilai margin berbeda-beda. Modusnya misalnya, selama dua tahun atau periode tertentu menggunakan nilai margin yang disepakati antara bank dan nasabah. Jika telah lewat masa dua tahun, nasbah akan dipanggil kembali oleh bank untuk menegosiasikan kembali nilai marginnya. Hasilnya margin baru bisa lebih kecil atau lebih besar. Kondisi ini menurut saia merupakan praktik spekulatif dan tidak transparan. Spekulatif karena nasabah hanya mengetahui fakta selama dua tahun, sedangkan masa-masa kredit berikutnya ia tidak tahu. Tidak transparan karena tidak semua nasabah mengetahui dasar perubahan nilai margin. Bisa jadi bank syariah tersebut mengatakan perubahan margin itu menyesuaikan dengan suku bunga Bank Indonesia (SBI). Tapi saia yakin, mayoritas pengambil produk syariah tidak mengerti bagaimana desain SBI dan fluktuasinya.
Tapi kan perubahan marginnya melalui proses negosiasi antara bank syariah dengan nasabah? Benar. Tapi dalam kondisi seperti itu, nasabah relatif memiliki bargaining power yang lemah. Ya iya, wong nasabah sudah terlanjur menggunakan duitnya bank untuk KPR. Coba kita bayangkan seandainya nilai margin menjadi lebih besar. Berarti angsuran nasabah menjadi lebih besar pula. Jika nasabah tidak setuju dengan nilai perubahan margin yang menjadi lebih besar itu bagaimana? Apa bank akan mencabut kembali KPRnya? Atau bank terpaksa setuju dengan margin awal? Jawabannya tidak diketahui sekarang.
Tak ragu lagi saia lantas mengeliminir bank syariah yang nilai marginnya tidak tetap seperti itu. Dalam tulisan ini, saia mengingatkan kepada bank-bank syariah yang memiliki nilai margin tidak tetap itu. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (An Nisaa’ : 29).
Ayat itulah yang seharusnya dipegang erat bank syariah dan nasabah. Jangan dengan cara yang bathil. Jadikan transaksi atas dasar suka sama suka, bukan dipaksa suka. Bank syariah seharusnya tidak perlu khawatir dengan fluktuasi SBI. Toh produk bank syariah bersinggungan dengan sektor riil secara langsung. Jadi underlying asset-nya jelas. Maka sudah saatnya bank syariah pe-de dengan idealisme syariahnya dan tidak mengekor atau menjiplak bank konvensional.
2. Komposisi pokok dan margin
Fase ini membutuhkan ketrampilan dalam hal perhitungan manajemen keuangan. Tapi sebenarnya cukup sederhana kok. Dengan sedikit memahami time value of money, maka bisa dilakukan perhitungan matematisnya. Dalam kasus ini saia contohkan seandainya kredit yang diambil dari bank syariah sebesar Rp140.000.000 dengan angsuran per bulan Rp2.008.611 selama 15 tahun.
Bank syariah mungkin memiliki metode sendiri untuk menghitung margin (rate). Tapi berdasarkan survey saia hasilnya sama dengan perhitungan time value of money. Pada kasus ini maka dihasilkan perhitungan bahwa nilai margin (rate) sebesar 15,5%. Nah, jika sudah mengetahui berapa nilai marginnya, maka saia dapat menganalisis model kreditnya. Setidaknya ada tiga model kredit menurut saia, yaitu:
1) Model Kapitalis
Model ini dihitung dengan time value of money. Skenarionya perhitungan pokok dan margin angsuran didasarkan pada agregat total KPR (dhi Rp140.000.000). itulah sebabnya saia sebut model ini dengan nama model kapitalis. Nasabah sudah bersedia membayar angsuran, tapi komposisi pokok dan margin dihitung berdasarkan agregat total KPR. Itu kan kurang (atau bahkan tidak) adil namanya. Berdasarkan perhitungan saia, model syariah kapitalis itu sbb:
bulan ke |
Angsuran |
pokok |
margin |
1 |
2,008,611 |
199,043 |
1,809,568 |
2 |
2,008,611 |
201,615 |
1,806,996 |
3 |
2,008,611 |
204,221 |
1,804,390 |
4 |
2,008,611 |
206,861 |
1,801,750 |
5 |
2,008,611 |
209,535 |
1,799,076 |
: |
: |
: |
: |
175 |
2,008,611 |
1,859,648 |
148,963 |
176 |
2,008,611 |
1,883,685 |
124,926 |
177 |
2,008,611 |
1,908,033 |
100,578 |
178 |
2,008,611 |
1,932,695 |
75,916 |
179 |
2,008,611 |
1,957,676 |
50,935 |
180 |
2,008,611 |
1,982,980 |
25,631 |
Nah lho…kelihatan aslinya kan? Pada bulan-bulan awal, nasabah itu lebih banyak membayar margin. Sedangkan pengakuan pokok sangat kecil dan baru semakin besar mendekati akhir periode KPR. Kelihatan kan kalo bentuk marginnya piramida terbalik. Pada saat ini mayoritas bank syariah di Indonesia menggunakan cara ini. Dan model ini pula yang digunakan oleh (mayoritas) bank konvensional. Astaghfirullah.
Seandainya saia ingin melunasi KPR dalam setelah lima tahun, maka selama lima tahun itu besarnya pokok yang diakui hanya sebesar Rp17,8 juta. Sedangkan margin yang saia bayar dan akan menjadi pendapatanya bank syariah sebesar Rp102,6 juta. HUH !! Ga fair banget menurut saia.
2) Model Idealis
Sebagai tandingan model kapitalis, saia membuat perhitungan model time value of money yang idealis. Oleh karena nasabah sudah setuju untuk membayar angsuran setiap bulan, maka komposisi pokok dan marginnya pun dihitung per bulan. Artinya pada angsuran pertama, nilai marginnya lebih kecil dibanding nilai pokok. Sudah seharusnya seperti ini. Logikanya, angsuran bulan pertama tentu bebannya lebih kecil dibanding dengan bulan berikutnya. Berdasarkan perhitungan saia, model idealis itu tercermin sebagai berikut:
bulan ke |
angsuran |
Pokok |
margin |
1 |
2,008,611 |
1,982,980 |
25,631 |
2 |
2,008,611 |
1,957,676 |
50,935 |
3 |
2,008,611 |
1,932,695 |
75,916 |
4 |
2,008,611 |
1,908,033 |
100,578 |
5 |
2,008,611 |
1,883,685 |
124,926 |
: |
: |
: |
: |
175 |
2,008,611 |
212,243 |
1,796,368 |
176 |
2,008,611 |
209,535 |
1,799,076 |
177 |
2,008,611 |
206,861 |
1,801,750 |
178 |
2,008,611 |
204,221 |
1,804,390 |
179 |
2,008,611 |
201,615 |
1,806,996 |
180 |
2,008,611 |
199,043 |
1,809,568 |
Beda banget kan dengan model kapitalis? Dan ini lebih fair dan menguntungkan nasabah. Pada ansuran awal nasabah sudah membayar pokok yang besar. Bahkan dalam jangka waktu lima tahun nasabah dianggap sudah membayar pokok sebesar Rp83,4 juta dan margin yang diberikan kepada bank syariah sebesar Rp37 juta. Maka nasabah akan lebih ringan jika akan melunasi lebih awal. Jika nasabah melunasi lebih awal maka akan menguntungkan bank syariah, karena payback period-nya lebih cepat dibanding model kapitalis tadi.
Sayangnya tidak ada satu pun bank syariah di Indonesia yang menggunakan model idealis ini.
3) Model Konservatif
Jika kedua model sebelumnya menggunakan time value of money untuk menentukan margin dan komposisi pokok-margin, maka model ini hanya menggunakan time value of money untuk menentukan margin saja. Adapun komposisi pokok-margin dihitung dengan cara straight line (garis lurus). Jadi komposisi angsuran, pokok dan margin setiap bulan sama, yaitu:
bulan ke |
angsuran |
pokok |
Margin |
1 |
2,008,611 |
777,778 |
1,230,833 |
2 |
2,008,611 |
777,778 |
1,230,833 |
3 |
2,008,611 |
777,778 |
1,230,833 |
4 |
2,008,611 |
777,778 |
1,230,833 |
5 |
2,008,611 |
777,778 |
1,230,833 |
: |
: |
: |
: |
175 |
2,008,611 |
777,778 |
1,230,833 |
176 |
2,008,611 |
777,778 |
1,230,833 |
177 |
2,008,611 |
777,778 |
1,230,833 |
178 |
2,008,611 |
777,778 |
1,230,833 |
179 |
2,008,611 |
777,778 |
1,230,833 |
180 |
2,008,611 |
777,778 |
1,230,833 |
Model ini menurut saia mampu menjembatani gap antara model kapitalis dan idealis. Dengan tidak menggunakan konsep full time value of money, maka bank lebih bersifat konservatif terhadap pendapatannya. Artinya bank tidak mengambil keuntungan jangka pendek yang besar (seperti model kapitalis), di sisi lain bank juga tidak berani meminimalisir jumlah margin jangka pendek untuk lebih menarik minat nasabah. Apabila hendak melunasi KPR setelah lima tahun, maka selama lima tahun itu sudah terbayar pokok sebesar Rp46,6 juta dengan margin yang diterima bank sebesar Rp73,8 juta. Masih cukup besar memang. Tapi model ini jauh lebih baik dari pada model kapitalis. Lihat saja selisih pokok yang diakui!
Pada saat saia hunting KPR saia hanya mengetahui satu bank saja yang menggunakan model ini yaitu Bank DKI Syariah.
C. Fase Pengambilan Keputusan dan Konsekuensinya
Berdasarkan pemahaman awal dan analisis keuangan setiap bank syariah, akhirnya bismillahirrahmanirrahim, saia berniat untuk mengambil KPR Syariah di Bank DKI Syariah. Awalnya memang saia mengira Bank DKI Syariah itu termasuk bank syariah yang nebeng bank konvensional. Tapi ternyata pemegang saham Bank DKI Syariah adalah Pemprov DKI Jakarta dan PD Pasar Jaya. Selain itu bank ini menggunakan model komposisi pokok dan margin yang berbeda dengan bank syariah lainnya. Dalam hal ini model konservatif. Jadi bisa saia katakan pilihan saia ini adalah pilihan yang paling banyak bedanya dengan bank konvensional. Bukan sekedar nama syariah dan akad trnasaksi saja yang syariah, tapi struktur modal dan substansi KPR-nya juga berbeda dengan bank konvensional.
Rupanya dengan hanya niat belum cukup untuk menyelesaikan perburuan KPR saia. Ada konsekuensi setelah saia putuskan mengambil KPR dari Bank DKI Syariah. Konsekuensinya adalah credit limit dari bank yang lebih kecil dibanding bank syariah lainnya. Bank DKI Syariah mensyaratkan credit limit KPR yang dibiayai bank sebesar 80% dari harga jual. Dengan kata lain saia harus membayar DP (down payment/duit panjer) 20% dari harga rumah. Pada bank syariah lainnya rata-rata credit limit bisa sampai 90% atau DP sebesar 10% dari harga jual dibayar nasabah terlebih dahulu.
Permasalahan cash flow yang tidak memungkinkan bagi saia pribadi untuk membayar DP sebesar 20% dari harga jual. Belum lagi ditambah biaya dimuka yang cukup besar juga. Biaya dimuka tersebut antara lain untuk biaya administrasi bank, biaya asuransi jiwa dan kebakaran, biaya notaris, biaya balik nama, biaya peningkatan hak dan pajak (BPHTB).
Tapi saia yakin Allah akan memperingan permasalahan saia ini. Apalagi saia sudah berusaha keras agar tidak terjerumus dalam riba dan transaksi yang bathil. Rentetan doa pun saia dan istri saia panjatkan sing dan malam. Tabungan kami benar-benar tidak cukup untuk membayar cash diawal yang begitu besar. Dan benar memang, doa adalah senjatanya orang mukmin. Satu per satu Allah meringankan permasalahan ini. Alhamdulillah IHSG naik sehingga saia bisa menjual investasi saham saia dengan memperoleh sedikit capital gain. Alhamdulillah Allah memberikan rejeki kepada orang tua saia sehingga orang tua saia berkenan memberikan bailout kepada saia. Dan selanjutnya Alhamdulillah, Allah menggerakkan hati pengelola Baitul Maal Wat Tamwil di kampung saia sehingga bersedia memberikan fasilitas Qardhul Hasan (pinjaman lunak, bahkan dalam kasus saia ini sangat lunak) kepada saia. Dengan rentetan bantuan Allah tersebut, akhirnya tidak ada masalah cash flow dalam KPR saia. Mungkin perjuangan pemenuhan cash flow ini akan saia ceritakan lain waktu, isya Allah.
D. Fase Pemenuhan Persyaratan KPR dan Akad
Fase selanjutnya alhamdulillah relatif lebih ringan dibanding fase-fase yang lain. Persyaratan dokumen-dokumen formal yang diminta bank mulai saia kumpulkan. Dari foto saia dan istri, fotokopi KTP, KK, NPWP, SK CPNS, SK PNS, Surat Keterangan Penghasilan, SPPT dan STTS (dokumen Pajak Bumi dan Bangunan) rumah yang saia beli, surat penawaran dari penjual, fotokopi sertipikat dan IMB, hingga kuitansi asli bermaterai pembayaran DP 20% dari harga jual. Namun demikian pikiran saia begitu gundah apakah KPR saia disetujui bank DKI Syariah atau tidak. Maka rentetan doa pun saia panjatkan. Saia yakin keputusan yang saia ambil ini adalah yang terbaik menurut saia. Tapi saia berharap ini yang terbaik pula dari Allah. Dan alhamdulillah, rupanya Bank DKI Syariah menyetujui KPR lebih cepat dari yang saia perkirakan.
Permasalahan selanjutnya adalah menentukan jadual waktu akad yang melibatkan Bank DKI Syariah, saia (sebagai pembeli rumah), dan penjual rumah. Praktis saia menggantungkan lagi pada kesiapan si penjual rumah. Setelah melalui berbagai tahapan permasalahan (yang relatif lebih ringan daripada fase-fase pencarian KPR ini) akhirnya pada hari Rabu, 6 Mei 2009 kemarin saia sudah melakukan akad dengan lancar di Bank DKI Syariah Cabang Margonda.
Alhamdulillah, akhirnya saia menyelesaiakan tugas saia ini. Saia berharap coret-coretan ini dapat berguna bagi pembacanya. Dalam konteks pragmatis (sesuai harapan seorang teman), pengalaman saia ini dapat dijadikan acuan dalam mencari KPR syariah. Namun saia juga memiliki harapan utopis, yaitu perkembangan ekonomi, akuntansi dan perbankan syariah yang benar-benar idealis syar’i. Hingga sebagai umat Islam kita tak ragu lagi untuk menjadi furqon (pembeda) dengan sistem kafir lainnya. Siapa tahu ada pemikir ekonomi syariah atau ulama yang membaca tulisan saia ini lantas terinspirasi. Siapa tahu ada pemilik lembaga keuangan syariah terinspirasi dengan model-model di atas. Siapa tahu praktisi perbankan syariah mulai memperhatikan substansi manajemen keungan yang saia hitung. Sehingga tidak sekedar mencari untung segunung tapi berisiko meningkatnya non performing finance. Tapi juga memperhatikan potensi percepatan payback period sebagai reward dari nasabah atas kepercayaan yang diberikan bank. Saia hanya berharap keberkahan, keridhoan, dan pahala dari Allah saja.
Mohon maaf jika tulisan ini begitu panjang terpampang di blog. Jujur, saia kesulitan merangkum perjalanan saia ini menjadi satu atau dua halaman. Padahal ketika saia diskusikan dengan beberapa ikhwah (antara lain Hendra, Apri, Dino, Abaz, dan ikhwah se-lingkaran) bisa semalaman suntuk. Dan saia pun mengalaminya tidak kurang dari empat bulan.
Alhamdulillah…Alhamdulillah…Alhamdulillah…
Tinggalkan Balasan ke adhitya Batalkan balasan