‘Isykariiman aumut syahiidan


‘Isykariiman aumut syahiidan

Hidup mulia atau mati syahid

Bidadariku, tidakkah kamu melihatku sekarang? Berdiri kokoh mengenakan jaket hitam seragam MBM dengan tulisan meyakinkan dibagian belakang. ‘Isykariiman aumut syahiidan. Bidadariku, ini lah jalanku. Dan sekarang lihatlah api perjuangan itu membakar hebat hidup ini.

‘Isykariiman aumut syahiidan

Kamu ingat kisah Ka’ab bin Malik, Bidadariku? Ka’ab yang diboikot hidupnya selama 50 hari karena tidak bergabung dengan Rasulullah dan mujahid lainnya di medan jihad. Ka’ab yang menderita karena Rasulullah tidak bergeming ketika dia mengucapkan salam. Ka’ab yang merana karena tak ada tegur sapa baginya pada saat ia ke masjid menunaikan shalat jama’ah. Kesunyian yang ia rasakan ditengah hingar-bingar dakwah masjid saat itu membuatnya malu. Dan ia pun hanya menunaikan shalat di rumah. Lantas rumahnya pun mengalirkan bencana. Istri tercintanya diminta Rasulullah untuk meninggalkannya dan tidak memenuhi kewajiban sebagai seorang istri. Itu lah Ka’ab yang menderita dalam kesendirian ditengah kobaran semangat dakwah dan perjuangan Rasulullah. Ka’ab yang dikucilkan karena tidak segera menyambut panggilan jihad. Ka’ab sebenarna sudah menyiapkan segalanya untuk melangkah ke medan perang. Ka’ab sudah menyiapkan harta dan dirinya. Ka’ab tinggal melangkah menuju medan perang. Namun hanya masalah tidak segera menyambut. Sekali lagi hanya karena tidak responsif. Sehingga Ka’ab tertinggal dari jama’ah jihad Rasulullah. Dan Ka’ab bukan lah sahabat Rasulullah yang remeh temeh. Ditengah hukuman pemboikotan itu, ia di tawari suaka politik oleh Raja Romawi. Bayangkan, ketika tidak ada kawan dan saudara yang bisa diajak bertegur sapa, Ka’ab ditawari jabatan dan suaka politik di negara lain. Namun Ka’ab menolak tawaran itu. Ia lebih memilih Allah dan Rasul-nya serta menikmati hukuman yang ditimpanya. Itulah keteguhan hatinya.

‘Isykariiman aumut syahiidan

Bidadariku, satu lagi kisah sahabat Rasul yang hendak berjuang ke medan jihad. Sahabat itu tidak memiliki apa-apa. Ia tidak memiliki pedang atau pun baju perang. Ia hanya memiliki tubuh. Dan dengan apa yang ia miliki itu saja ia berangkat ke medan perang. Ia membawa panji Islam di tangan kanannya. Di tengah sengit peperangan tangan kanannya di tebas pedang oleh musuh Islam. Biarlah tangan kanan itu lepas, namun panji Islam harus tetap tegak dan jelas. Lantas ia memegang panji Islam dengan tangan kirinya. Tak lama kemudian ganti tangan kirinya itu yang putus tak kuasa menahan pedang terhunus. Ia tidak lagi memiliki kedua tangan yang utuh. Namun semangat menegakkan panji Islam telah membara. Ia merengkuh panji Islam dengan kedua sisa tangannya. Hingga syahid menjemputnya.

‘Isykariiman aumut syahiidan

Ini lah jalan yang aku pilih, Bidadariku. Jalan perjuangan. Jalan jihad. Jalan dakwah. Penuh onak dan duri. Penuh tantangan dan rintangan. Namun tak gentar hati ini demi kejayaan Islam.

‘Isykariiman aumut syahiidan

Sekarang lihatlah umat ini, Bidadariku. Kondisi yang memprihatinkan. Aqidah yang lemah. Lihat saja bagaimana bid’ah, khurafat, dan tahayul merajalela merusak kehidupan bangsa. Bukan hanya tayangan film dan televisi yang memberikan cerita hantu blau dan tak bermutu. Berapa banyak pers mistik yang justru tidak mencerahkan umat. Praktek perdukunan telah menambah kelam kehidupan. Tidak kah kamu lihat kematian Mak Erot yang di ekspos habis-habisan di media, Bidadariku? Tidak kah kamu perhatikan maraknya iklan SMS ramalan perdukunan. Apakah kamu tidak melihat ini adalah ladang jihad, Bidadariku?

‘Isykariiman aumut syahiidan

Bidadariku, tidakkah kamu melihat kebodohan telah merusak pendidikan umat ini? Sudahkah kamu menghitung berapa banyak anak-anak yang putus sekolah karena tidak memiliki biaya? Sudahkan kamu mendapatkan angka statistik berapa pemuda yang tidak bisa melanjutkan kuliah karena tak mampu membayar uang gedung, uang sumbangan pendidikan, dan pungutan lainnya? Tidakkah kamu melihat bagaimana pemuda-pemuda yang ada dikampus kesulitan memahami mata kuliah dan akhirnya menyerah ditangan Drop Out? Apakah kamu tidak melihat ini adalah ladang dakwah yang luas?

‘Isykariiman aumut syahiidan

Bidadariku, lihatlah akhlak bangsa ini. Jikalau cerminan akhlak bangsa ini adalah para pemimpinnya, maka kamu akan memandang betapa bejat akhlak bangsa ini. Pergilah ke Senayan. Lantas hitung berapa koruptor yang menjelma sebagai pembuat undang-undang. Pergilah keliling Sudirman-Thamrin. Tanyalah penguasa gedung pemerintahan, seberapa banyak kecurangan keuangan yang mereka sembunyikan. Pergilah mengamati pemilihan kepala daerah di negeri ini. Lihat bagaimana mereka menghambur-hamburkan uang demi jabatan sedangkan di tempat lain banyak rakyat yang kelaparan. Atau datanglah ke penjara yang semakin penuh sesak dengan pelaku dosa. Tidakkah kamu berpikir mengenai dampak korupsi, wahai Bidadariku? Jika kamu berpikir zina, kumpul kebo, atau free sex adalah dosa besar, maka bandingkan dengan korupsi. Free sex hanya melibatkan segelintir pelaku. Paling-paling jika pelakunya beruntung, mendapatkan penyakit AIDS biar mereka sadar dan bertaubat kembali ke jalan yang benar. Bandingkan dengan koruptor. Ia tidak hanya harus bertaubat menghadap Rabb Al Izzati. Tapi dosa besarnya harus ditembus dengan meminta maaf kepada seluruh rakyat di negeri ini. Bagaimana caranya, wahai Bidadariku? Aku tak bisa diam tidak segera merespon melihat medan peperangan ini, Bidadariku.

‘Isykariiman aumut syahiidan

Tentu masih banyak bidang bidang dakwah yang menjadi tugas umat Islam. Lihatlah betapa luasnya medan jihad ini. Janganlah kamu memintaku menyebutkan satu per satu. Aku tak kuasa. Lebih baik kamu sekalian menceburkan diri dalam lautan dakwah ini. Lantas jika kamu atau aku sudah meniti satu bidang dakwah apakah kamu atau aku merasa hebat? Meremehkan? Pengkultusan? Serampangan? Egois? Berpecah? Parsial? Asal-asalan? Tidak betanggung jawab? Tidak memiliki dasar? Saling bertentangan? Itulah penyakit umat dalam dakwah. Itulah penyakit yang tidak akan membawa perubahan.

‘Isykariiman aumut syahiidan

Bidadariku, aku tidak ingin seperti Ka’ab bin Malik yang tidak segera merespon panggilan jihad. Aku pun tidak perlu menunggu mendapatkan pedang untuk berperang. Cukup seperti sahabat Rasul yang mengibarkan panji Islam. Ini lah aku adanya dan aku persembahkan untuk perjuangan Islam. Ini jihadku. Ini risikoku. Wahai Bidadariku, jika kamu tidak berani menghadapi risiko jalan jihad ini, maka aku tidak membutuhkanmu. Sekali lagi Bidadariku, jika kamu hanya setengah-setengah dalam meniti jalan dakwah ini, maka aku tak butuh kamu berada di sisi hidupku. Dan camkan Bidadariku, bahkan jikalau tidak ada seorang pun bidadari di dunia ini yang siap menghadapi risiko ini bersamaku, maka bagiku cukup Allah dan Rasul-Nya saja yang menjagaku. Cukup Allah dan Rasul-Nya saja yang mengobarkan api jihad ini di hatiku. Biarlah Allah membeli diri dan hartaku dengan surga. Insya Allah, Allah telah menyediakan 60 bidadari di surga. Allahu Akbar…!!!

Satu tanggapan untuk “‘Isykariiman aumut syahiidan”

  1. Kayak pernah denger…
    dimana yach ?

Tinggalkan komentar